"Pak Mahfud sepakat dan sepaham dengan norma yang diatur di dalam UUPA (Undang-Undang Pemerintah Aceh). Sejak dulu beliau terlibat dalam perihal kekhususan Aceh. Beliau menceritakan pengalaman dengan beberapa Pilkada Aceh sebelumnya yang penuh dengan dinamika," kata Dahlan dalam keterangannya, Rabu (21/4).

 

Liputan23. Com | Jakarta-Pertemuan Dahlan dengan Mahfud digelar di Jakarta, Selasa (20/4). Mahfud didampingi seluruh deputi yang berada di bawah Kemenko Polhukam, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, dan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM. Sedangkan Dahlan didampingi oleh anggota DPR RI dari Aceh, M Nasir Jamil dan Rafly, serta tokoh Aceh di Jakarta Fachry Ali

 

Dahlan mengatakan Mahfud memahami dan mengapresiasi aspirasi dari Aceh tentang pelaksanaan Pilkada Aceh 2022 sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Mahfud berjanji bakal menindaklanjutinya dalam rapat koordinasi lanjutan dengan melibatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kemendagri, DPR RI, Bawaslu, dan KIP Aceh.

 

"Ini nantinya menjadi keputusan politik pemerintah pusat, dan sekaligus menjadi keputusan hukum, agar ada kepastian," ujar Dahlan.

 

Politikus Partai Aceh itu juga mengaku sedang menunggu jadwal bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membahas masalah tersebut. Dia meminta dukungan semua pihak agar Pilkada Aceh 2022 terlaksana.

 

"Konstitusi negara mengakui kekhususan Aceh begitu juga dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, baik secara teknis maupun secara substantif," sebutnya.

 

Lebih lanjut, Dahlan menyebutkan rencana penandatanganan naskah perjanjian hibah anggaran antara Pemerintah Aceh dengan KIP Aceh yang seharusnya dilakukan 1 April lalu batal dilaksanakan. Alasannya, Pemerintah Aceh tidak berani meneken karena belum ada keputusan politik dari pemerintah pusat.

 

Untuk itu, Dahlan meminta Pemerintah Aceh harus gencar melakukan lobi-lobi dengan pemerintah pusat dan tidak boleh berdiam diri. Pasalnya, semua pihak di Tanah Rencong telah sepakat pilkada digelar tahun depan.

 

"Mereka memposisikan diri sebagai wakil pemerintah pusat di Aceh. Karena terkait dengan nomenklatur anggaran, mekanisme teknis soal anggaran. Padahal anggarannya sudah tersedia di pos BTT, tinggal digeser. Tapi keberanian ini tidak ada di eksekutif," sebutnya.

 

"Harapan kita semua bisa melaksanakan tugasnya untuk menjawab hambatan teknis seperti tidak adanya naskah perjanjian hibah tersebut," lanjutnya.