OLEH Rizky (Mahasiswa UIN Ar-Raniry)
Nilai oh nilai, sebuah tolak ukur tingkat pencapain, terlebih bagi mahasiswa.
Nilai menjadi begitu penting di kalangan beberapa mahasiswa yang punya tujuan lulus dengan segera.
Mendapatkan nilai yang tinggi menjadi sebuah kebanggaan tersendiri. Namun kali ini para mahasiswa pengejar IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) sepertinya harus gigit jari karena perkuliahan daring di tengah pandemi. Mahasiswa UIN Ar-raniry contohnya, banyak mahasiswa yang mengeluhkan nilai yang keluar di portal akademik tidak sesuai harapan, nilai yang mulai keluar di portal di nilai tidak objektif. Itulah kata-kata yang saya dengar dari beberapa mahasiswa.
Saya sendiri juga merasakan apa yang di keluhkan oleh teman-teman seperjuangan. Saya merasa dosen kurang memiliki rasa kebijaksanaan. Kenapa saya berani mengatakan hal seperti itu. Sesuai apa yang saya alami sendiri dan kawan-kawan lainnya rasakan, dosen banyak yang tidak mau tahu menahu keluh kesah mahasiswa yang kesusahan saat kuliah daring, dari perkara kuota, jaringan, kapasitas hp yang tidak memadai dan sebagainya ditambah lagi tugas yang menumpuk berusaha kami kerjakan dengan deadline yang kesuluruhannya hampir bersamaan.
Mungkin saja mahasiswa Cerdas (Bukan saya) mengalami kendala seperti yang saya sebutkan tadi di perkuliahan daring ini. Sehingga tidak optimal dalam mengikuti perkuliahan yang berlangsung. Tentu ini sangat merugikan mahasiswa, sudah bayar UKT beli kuota internet dapat nilai suka-suka Bukdos sama Pakdos. Terlebih Pakdos sama Bukdos yang cuman absen lalu kasih tugas, nanti "kumpulkan".
Seharusnya ada dispensasi nilai untuk mahasiswa dengan memberikan nilai B sebagai nilai terendah. Karena tak etis rasanya jika dalam kondisi seperti ini mahasiwa harus di berikan nilai rendah dari pada itu. Jadi sangat disayangkan apabila pakdos dan bukdos mengukur kemampuan dan memberikan nilai dari seberapa cepatnya jaringan serta seberapa sering online untuk absen.
