OLEH Sulthan Alfaraby, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pemuda Cinta Aceh, Mahasiswa dan Pegiat Sosial
SEBELUMNYA perkenalkan, nama lengkap penulis adalah Muhammad Sulthan Alfaraby. Penulis awalnya
berperawakan cupu serta kurang percaya diri atau bisa dikatakan sebagai pemalu
berat. Hobi penulis sangatlah banyak; Membaca buku sejarah, menggambar, membuat
dan bermain musik, mengedit video dan beberapa hal yang berbau kreatifitas
lainnya. Penulis lahir di pantai ujung barat Aceh, yaitu Kota Meulaboh Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat dan tumbuh besar di Desa Paya Lumpat Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat. Penulis juga merupakan sosok yang menyukai corak pada bendera “Bintang
Bulan” Aceh, yaitu garis merah putih dan hitam. Maka tak heran, jika konten-konten
maupun desain grafis yang penulis buat, lebih mengarah kepada corak bendera “Bintang Bulan”
Aceh tersebut. Penulis juga berpesan, semoga dengan diperingatinya 15 Tahun
Perdamaian Aceh dan Republik Indonesia tahun 2020 ini, bisa menghasilkan nuansa
sejuk untuk Aceh ke depannya. Kita selaku pemuda, juga mendukung penuh langkah-langkah
kongrit dari hasil perdamaian ini, demi masa depan Aceh yang lebih baik ke
depannya. Panjang umur hal-hal baik!
Mari kita kembali
berbicara soal “5 Tahun Perjalanan Tanpa Arah”, sebenarnya hal itu menilik dari
kejadian penulis beberapa tahun lalu. Yang di mana, penulis memulai langkah
awal untuk berkarya dan berjuang tanpa memikirkan arah sebelumnya atau bisa
disebut sebagai “Keberuntungan”, karena kejadian-kejadian dalam kisah penulis ini merupakan hal yang jauh dari dugaan sebelumnya. Kisah penulis dimulai dari pagi
hari yang cerah di akhir bulan Desember 2012. Hal yang cukup mengejutkan
terjadi, yaitu isu "Hari Kiamat" yang sudah lama digaung-gaungkan sejak
jauh-jauh hari sebelumnya menjadi perbincangan hangat netizen di dunia maya.
Bagaimana tidak, isu tersebut sudah sangat lama merebak luas dan menggegerkan
dunia karena “Hari Kiamat” dikabarkan akan terjadi pada akhir bulan Desember
tahun 2012. Faktanya pada hari itu, keadaan normal-normal saja dan penulis sempatkan untuk bernostalgia menonton beberapa film yang menggambarkan keadaan
“Hari Kiamat” yang diklaim akan terjadi pada tahun 2012. Namun, meskipun begitu penulis tetap merasa takut dan sisi positifnya juga tentu kita menjadi sadar akan
kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan untuk segera meminta ampunan kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Pada tahun 2012
juga, merupakan tahun paling bersejarah di dalam kehidupan penulis. Yang di mana
pada masa itu, penulis juga masih bersekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri
(MTsN) atau setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Penulis pada masa
itu mulai mencoba untuk terjun langsung ke dalam dunia musik yang bergenre
"Hip Hop", karena dorongan maupun terinspirasi dari orang-orang lain
yang sudah dahulu terjun untuk segera ikut berkiprah dan berkarya. Ya,
pembaca pasti mengetahui bagaimana rasanya ingin menjadi “Orang terkenal” atau
mengikuti gaya sang tokoh panutan dalam dunia entertainment. Penulis sebelumnya
juga banyak mendengarkan lagu-lagu Hip Hop dari berbagai musisi luar negeri
maupun dalam negeri untuk menjadikan mereka sebagai referensi dalam berkarya.
Hal yang paling penulis sukai adalah mendengarkan musik Hip Hop yang digaungkan
oleh Rapper (Sebutan untuk musisi Hip
Hop) di Aceh, Hip Hop Nad Syndicate adalah
salah satunya dan paling terkenal pada masa itu. Alasan penulis menyukai para Rapper di Aceh adalah karena nuansa
musik mereka lebih menggambarkan “Keacehan” dan “Kedaerahan” dibandingkan Rapper lainnya. Meskipun tanpa
sepengetahuan penulis, padahal banyak juga Rapper
lainnya yang berada di luar Aceh juga menggaungkan musik dengan nuansa
“Kedaerahan” mereka, misalnya Jogja Hip Hop Foundation, namun penulis tidak
mengetahui akan hal tersebut pada masa itu.
Nah, kembali lagi
soal keinginan dan ambisi penulis untuk mulai berkarya di tahun 2012, meskipun
dengan tampang cupu dan pemalu. Dengan bermodalkan menonton video di Youtube,
penulis mulai mencari ilmu secara otodidak dan mendownload beberapa software penunjang untuk menciptakan
musik Hip Hop yang akan digunakan ketika hendak dinyanyikan atau yang lebih
dikenal dengan “Ngerap”. Seminggu penulis mencoba untuk mencari referensi di
Youtube dan juga bermodalkan komputer di Warung Internet (Warnet), yang di mana
pada saat itu penulis belum mempunyai perangkat yang signifikan dan terpaksa
harus menggunakan jasa Warnet. Meskipun bermodalkan seadanya dan juga beberapa
kali bolos sekolah akibat ambisi untuk berkarya (Jangan ditiru), penulis
akhirnya berhasil membuat sebuah instrumen musik Hip Hop sederhana meskipun sedikit meniru dan memodifikasi dari instrumen musik orang lain. Penulis mulai merekam suara
melalui Handphone (HP) di rumah dan kemudian kembali ke Warnet untuk mengedit
menjadi musik Hip Hop. Setelah selesai mengedit musik dan jadilah lagu yang tak
berjudul serta bertema cinta serta dengan format “MP3”, penulis segera mengupload
karya tersebut ke situs internet yang paling eksis pada saat itu,
yaitu Reverbnation. Alhasil, penulis yang hobi bermain Facebook (FB) ini juga
menyebarkan secara membabi buta hasil karya tersebut ke publik. Namun, apalah
daya penulis ketika melihat respon daripada netizen yang menghujat penulis dan
mengatakan bahwa lagu tersebut sangatlah buruk. Penulis menjadi sedikit terpuruk dan
mencoba untuk belajar lebih keras lagi, sampai-sampai kegiatan sekolah menjadi
terbengkalai. Di dunia maya, penulis juga semakin berinisiatif belajar dari musik-musik orang lain
yang sudah populer dan membandingkan karya mereka dengan karya penulis. Ternyata, perbandingan karya penulis dengan mereka ibarat langit dan bumi, hahaha. Namun, sisi positifnya
adalah penulis pada saat itu tetap pantang menyerah dan terus semangat untuk
berkarya. Usai beribadah, penulis selalu berdoa dan berharap agar penulis bisa
menjadi musisi Hip Hop paling terkenal di Aceh. Lucu juga kalau diingat-ingat. Namun, hal tersebut merupakan motivasi kuat bagi penulis untuk bisa terus belajar tanpa mengenal kata menyerah.
Menjadi "Introvert"
Tahun 2013 pun
mulai datang, kala itu musik Hip Hop menjadi trend yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan anak muda. Dan juga, mulai tercium aroma “Kesuksesan” bagi penulis yang dari mana arah
datangnya. Pada hari itu, sekitar hari selasa di bulan Mei 2013, penulis mendaftar
di salah satu grup Hip Hop yang dicetus oleh salah satu Rapper terkenal di Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Penulis banyak belajar dari grup
tersebut. Alhamdulillah, karya demi karya sudah mengalami peningkatan,
meskipun hanya sebesar 10% dari sebelumnya, hahaha. Untuk membuat sebuah karya,
penulis dipinjamkan fasilitas oleh grup Hip Hop tersebut, seperti komputer dan
alat-alat permusikan lainnya. “Alhamdulillah, semua itu merupakan bantuan yang
tak terduga dan harus penulis manfaatkan”, pikir penulis. Namun, sebulan berlanjut
dan terjadilah permasalahan pribadi dalam grup tersebut, akhirnya penulis
memutuskan untuk keluar dan mencoba untuk mendirikan sebuah grup sendiri pada
bulan Juni 2013 bersama dengan teman-teman yang sepemikiran di sekolah. Kami
membuat karya pertama dari hasil belajar secara “Otodidak”, dan terciptalah satu
karya lagi dan kemudian mendapatkan hujatan dari berbagai pihak. Bahkan, ratusan
siswa di sekolah atau bisa dikatakan secara kasar "Seluruh Siswa di Sekolah" juga ikut menghujat , karena karya kami masih sangat jelek. Penulis pada saat itu sangat
tertekan dan ingin sekali mengakhiri semua ini. Orang-orang juga banyak menyebut penulis
sebagai “Orang gila” yang terlalu memaksakan diri dalam hal berkarya. Penulis yang mempunyai mental 'Tempe', akhirnya kewalahan menanggapi respon negatif dari orang-orang. Apalagi, di luar sekolah juga banyak juga grup-grup Hip
Hop lokal terkenal yang menyindir kami lewat lagu. Mereka menilai bahwa kami adalah pecundang
yang ikut-ikutan berkarya tanpa kualitas.
Dengan psikis
yang semakin tertekan dan juga jerawat penulis juga semakin “Menjadi-jadi” tumbuh di
wajah, dikarenakan pada tahun 2013 itu juga merupakan awal kepuberan penulis dari
remaja menuju dewasa. Ya, begitulah sekiranya. Jerawat penulis tumbuh hampir
memenuhi wajah dan penulis semakin stres dengan hujatan seluruh siswa di sekolah
dan orang-orang di sekitar. Sudah kurang tampan, ditambah dengan tumbuhnya
“Cobaan” jerawat ini, maka penulis putuskan untuk tidak keluar dari rumah selama
setahun. Setahun? Ya, setahun! Lalu, bagaimana penulis bersekolah? Hahaha,
penulis tetap pergi ke sekolah, namun tidak pernah keluar dari kelas
dikarenakan psikis penulis tertekan akibat hujatan orang-orang atas diri penulis, apalagi juga sudah dianggap sebagai “Rapper Gadungan”. Penulis pernah masuk ke sekolah diam-diam melewati sela-sela dinding yang sempit (Tidak pernah melewati pintu utama), karena penulis tidak ingin terlihat oleh orang lain. Hal ini disebabkan karena penulis malu dengan keadaan diri penulis yang penuh jerawat di wajah pada saat itu. Ketika pulang sekolah, penulis juga nyaris tidak pernah keluar dari rumah kala itu akibat tekanan psikis yang berkepanjangan. Penulis
benar-benar ingin segera mengakhiri hidup dan selalu berharap di saat tidur
pada malam hari “Semoga malam ini menjadi malam yang panjang”, ujar penulis
dalam hati ketika menjelang tidur pada malam hari. Sampai segitunya penulis
tidak ingin menjalani hari-hari yang penuh dengan tekanan. Itu adalah cobaan
terberat dalam hidup yang harus penulis terima. Untuk sekedar diketahui lagi,
penulis juga merupakan tipe orang yang sangat pemalu pada saat itu, yang di mana melihat
mata perempuan saja penulis tidak mau dan memilih untuk tertunduk. Apalagi,
jika disuruh mempresentasikan tugas sekolah di depan teman-teman, bisa-bisa penulis
pingsan di tempat, apalagi ditambah dengan wajah yang penuh dengan jerawat.
Alhasil, penulis kemudian memutuskan untuk menjadi “Introvert” dan menutup diri
dari publik selama setahun. Ini benar-benar membuat penulis sangat terpuruk!
Memberanikan Diri untuk Berkarya
Kembali
Setahun kemudian
terlewati, yaitu tahun 2014. Alhamdulillah, berkat dukungan dari orang tua dan
juga rajin merawat wajah, akhirnya jerawat penulis mulai hilang. Sesuatu yang
sangat penulis harapkan tersebut akhirnya terjadi, yaitu melepas status
“Introvert” pada diri penulis dan ingin kembali kepada kehidupan normal. Penulis juga masuk ke Madrasah Aliyah Negeri (MAN)
atau setingkat dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) pada tahun 2014 ini. Penulis
mengira, bahwa ketika sudah menjadi siswa MAN, maka kehidupan penulis akan aman
dan membaik, ternyata tidak! Nama penulis yang sudah dikenal sebagai “Rapper Pecundang” sejak MTsN, kini mulai
dicari-cari oleh ‘Preman’ di sekolah tersebut. Penulis sering dibully dan
dipaksa untuk bernyanyi di lapangan ketika itu serta dipermalukan. Alhasil,
penulis menjadi tertekan kembali dan mengambil jalan pintas yang sekaligus sangat
bodoh, yaitu membayar pimpinan preman tersebut sebesar Rp. 50.000 per minggu
dengan tujuan agar penulis tidak diganggu lagi oleh mereka. Penulis terpaksa
jarang jajan selama setahun, karena kondisi keuangan yang menipis akibat
digunakan untuk membayar ‘Jatah Preman’.
Dalam kondisi
seperti ini, penulis tidak berputus asa dan tetap melanjutkan niat awal yaitu
berkarya. Dengan wajah yang sudah ‘Kinclong’ meskipun tak tampan, hahaha, bisa
menjadi modal awal bagi penulis untuk bisa meluruskan niat agar menjadi “Rapper” terkenal. Lagu demi lagu mulai
penulis ciptakan beserta video klip sederhana dan terus mengasah Skill, banyak uang yang terkuras pada
masa itu. Namun, masa bodoh! Penulis akan tetap mewujudkan mimpi yang sudah
penulis bangun dari nol. Perlahan tapi pasti, dari panggung ke panggung penulis naiki dan belajar untuk
meningkatkan rasa percaya diri meskipun agak sedikit canggung. Mulai dari acara di dalam
kota, sampai dengan acara yang berada di luar kota. Alhamdulillah, penulis mendapatkan banyak kenalan
dan juga ilmu yang didapat agar bisa
menciptakan karya yang berkualitas sembari mengasah Skill dan mental untuk terus berani ke depannya menghadapi respon publik. Penulis mulai menyadari, bahwa “Passion”
penulis bukanlah menciptakan lagu yang bertemakan “Cinta”, melainkan bertema “Gangsta”. Gangsta adalah sebuah aliran lagu yang
mengarah kepada lirik-lirik dan nada yang keras dan juga tajam. Tepat pada
tahun 2015, penulis juga pernah mengadakan kegiatan musik dan juga diajak untuk
bergabung ke salah satu aliansi Hip Hop yang terdiri dari orang-orang hebat di
dalamnya. Impian penulis untuk bisa berkarya pada saat itu bisa dibilang
sangatlah sukses dan kesempatan juga sudah terbuka sangat lebar, bahkan penulis
juga membuka usaha rekaman dan juga jasa pembuatan video. Hasil dari usaha
tersebut bisa dibilang lumayan, meskipun belum signifikan untuk menunjang
seluruh kebutuhan kehidupan sehari-hari. Bersamaan jejak perjalanan ini, penulis juga pernah mendapatkan kesempatan On Air di salah satu radio ternama untuk berbagi pengalaman hidup. Pada tahun yang sama pula, terjadi
‘Konflik Hip Hop’ antar kota, yang di mana musisi saling serang menyerang lewat
karya. Penulis juga ikut berkecimpung di dalamnya. Dan lucunya, kini kami
sekarang sudah menjadi teman dekat, hahaha, sungguh kekonyolan yang miris untuk
diingat kembali. Setelah beberapa waktu yang lumayan lama dari hasil belajar
manggung, maka jiwa penulis sudah semakin terisi oleh rasa percaya diri dan lebih berani tampil di publik. Ternyata, dari hinaan dan cemoohan orang-orang bisa
membuat kita tetap tegar dengan kerasnya kehidupan dan juga bisa membuat kita
“Kebal” untuk tetap bisa melangkah ke depannya. Oleh karena itu, penulis
berharap kepada para pembaca untuk tidak menyerah atau berputus asa dalam
menggapai impiannya. Ketika kita sudah berusaha berjuang kemudian gagal, maka
kita akan mendapatkan hasil yang nyata, yaitu hikmah besar. Namun, ketika kita
tidak bergerak sama sekali akibat takut akan kegagalan, maka kita berarti sudah
ditaklukkan oleh rasa “Pengecut” yang ada di dalam diri kita, sehingga hal
tersebut akan menghambat kita untuk maju. Mari semangat untuk mewujudkan mimpi
kita sendiri atau orang lain akan mempekerjakan kita untuk membangun mimpi
mereka!
Dari Barat Mencoba untuk ‘Taklukkan’
Kutaraja
Beberapa tahun
kemudian terlewati, penulis sudah mulai tidak menggeluti dunia Hip Hop, dikarenakan adanya suatu kesibukan mempersiapkan diri untuk mengikuti Ujian Nasional (UN) tahun 2017. tepat pada awal tahun 2017 juga, penulis mendaftarkan diri ke
program Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Alhamdulillah
dan tak disangka-sangka, penulis berhasil lolos di jurusan biologi salah satu
kampus negeri ternama di Kota Banda Aceh. Hal tersebut merupakan sebuah kebanggaan sekaligus
keharuan yang luar biasa. Sontak, penulis menyegerakan untuk berangkat ke Kota
Banda Aceh atau yang dulunya dikenal sebagai “Kutaraja” pada masa Kesultanan.
Impian untuk berkuliah di luar kota sudah penulis impi-impikan sejak dulu,
dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas diri serta mencari relasi maupun ilmu
yang lebih besar ke depan. Apalagi, kini penulis sudah mempunyai bekal untuk
percaya diri akibat telah lama ‘Dihantam’ oleh beberapa cobaan selama berproses
di dunia Hip Hop silam. Setibanya di Kota Banda Aceh, penulis bingung harus ke
mana, dikarenakan penulis tidak punya saudara. Ada beberapa saudara, namun
sangatlah membenci keluarga penulis karena suatu dan lain hal, sehingga penulis
menganggap bahwa pada saat itu memang
tidak ada seorang pun kenalan di Kota Banda Aceh yang bisa diajak untuk
bercerita dan berbagi pemikiran. Penulis pun segera menghubungi salah seorang
sahabat penulis yang juga baru tiba di Kota Banda Aceh serta lulus di kampus
yang sama dan kemudian beliau mengajak penulis untuk tinggal bersama di
rumahnya yang beralamat di Desa Jeulingke Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda
Aceh. Penulis pernah mengatakan kepada beliau “Kita selaku anak muda Aceh Barat,
jangan pulang sebelum kita ‘Menakukkan’ Kutaraja”, begitu ucap penulis.
Keesokan harinya, penulis dan beliau segera mendaftarkan ulang ke kampus. Sialnya,
penulis pada saat itu nyaris tidak bisa menjadi calon mahasiswa baru
dikarenakan ada sebuah berkas yang hilang. Namun akhirnya, penulis diberikan
dispensasi waktu oleh petugas saat itu untuk melengkapi berkas yang hilang
tersebut dan akhirnya penulis resmi menjadi calon mahasiswa baru. Huh, syukurlah!
Hari pertama
berkuliah sangatlah mengasyikkan, hari itu penulis mengenakan kemeja merah
berkotak-kotak dan sepatu merek “Vans” berwarna hitam putih andalan sejuta anak muda. Saat
tiba di ruangan kuliah dengan penuh rasa percaya diri, sontak! penulis
terkejut, yang di mana isinya adalah kaum perempuan dan nyaris tidak ada
laki-laki. Wajar, mungkin karena jurusan biologi kurang diminati oleh
laki-laki. Apalagi, jurusan tersebut merupakan jurusan yang baru diresmikan
beberapa waktu silam. "Mantap juga nih, banyak cewek", pikir penulis dengan nakalnya. "Tapi, aku juga merasa jadi cewek di jurusan ini dan terpaksa harus mencari topik pembicaraan yang sesuai tiap hari. Ghibah, misalnya. Kalau tidak, pasti gak punya kawan", canda penulis di dalam hati. Hari demi hari pun terlewati, dan permasalahan "Kelas yang Dipenuhi Perempuan" tadi bukanlah sebuah masalah yang besar lagi dan penulis juga sudah semakin terbiasa dengan keadaan ini. Penulis selama berkuliah di tahun pertama, juga banyak mengikuti
berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh Organisasi Mahasiswa (Ormawa) di
kampus. Timbul niat penulis pada saat itu, yang di mana penulis ingin memperjuangkan
hak-hak serta fasilitas yang disediakan oleh kampus untuk mahasiswa yang bisa
dibilang masih “Kurang Memadai” pada saat itu. Untuk bisa merealisasikan niat
tersebut, maka penulis harus menjadi salah satu pemegang ‘Kendali Kekuasaan’ di
ranah kampus, sesuai dengan kalimat beberapa waktu lalu yang pernah
terlontarkan, yaitu “Tidak akan pulang, sebelum ‘menaklukkan’ Kutaraja”. Kalimat 'Menaklukkan Kutaraja", merupakan kalimat motivasi andalan bagi penulis. Yang di mana maknanya adalah kita selaku anak muda harus bisa mempunyai kontribusi yang besar demi "Gerakan Perubahan" yang ingin kita gagas ke depannya di tempat penulis berkecimpung saat ini. Tibalah
saat masa pemilihan serentak ketua baru Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP), penulis
maju sebagai salah satu kandidat termuda di fakultas tersebut. Awalnya, penulis
mendapat ancaman dari berbagai pihak akibat usia penulis masih sangat muda dan
“Belum Pantas” untuk mencalonkan menurut “Budaya” perpolitikan leting pada saat
itu. Namun, karena peraturan yang dibuat untuk naik sebagai calon ketua baru
HMP sudah penulis penuhi secara sah, maka penulis memberanikan diri untuk
terjun langsung ke dalam dunia “Perpolitikan” kampus dan meminta dukungan dari
beberapa senior yang sependapat pada saat itu.
Akhirnya, kontestasi
pun dimulai dan penulis memutuskan untuk mengalah dan turun setingkat serta mendapatkan
jabatan sebagai calon wakil ketua. Ini adalah strategi politik yang
sudah tersusun dari jauh-jauh hari. Jika penulis memaksa untuk menjadi calon
ketua, maka akan terjadi hal-hal yang menurut penulis akan berakibat fatal untuk
kepengurusan ke depannya. Oleh karena itu, penulis mulai memainkan 'Manuver' strategi politik pada saat itu. Hasilnya, penulis berhasil menjabat sebagai
wakil ketua HMP periode 2019-2020 pada saat itu sekaligus pembuat kerangka visi
misi untuk dijalankan ke depannya. Meskipun belum dilantik, namun penulis
memulai langkah untuk beraudiensi dengan pimpinan kampus untuk mengadvokasi
segala permasalahan mahasiswa. Audiensi ini juga dilakukan bersama dengan
seluruh pimpinan Ormawa. Hal yang ingin diadvokasikan adalah persoalan pendingin ruangan
perkuliahan yang tidak ada, sekretariat yang tidak memadai dan juga fasilitas
lainnya untuk menunjang pembelajaran mahasiswa. Padahal, Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa
di fakultas sangatlah mahal. Beberapa bulan mengadvokasi namun tidak timbul hasil,
penulis menyarankan untuk melakukan aksi demonstrasi di kampus, namun tidak
digubris dan malah dikatakan oleh salah satu mahasiswa bahwa penulis hanya ingin
“Mencari Panggung” semata. Sontak, penulis merasa sangat kecewa dengan kalimat yang
terlontarkan oleh salah satu mahasiswa tersebut. Bagaimana mungkin penulis
ingin “Mencari Panggung”, sedangkan permasalahan yang ingin diadvokasikan sudah
jelas di depan mata dan juga tak ada hasil yang nyata, sehingga aksi
demonstrasi merupakan jalan keluar terakhir yang harus dilakukan.
Beberapa minggu kemudian, penulis mendapatkan pesan melalui WhatsApp oleh salah satu pimpinan Ormawa untuk segera menghadiri rapat konsolidasi yang digagasnya. Beliau pernah mengatakan "Saya salut, kamu paling militan dari yang lain kalau soal memperjuangkan hak mahasiswa. Nanti jangan lupa orasi dan terus jaga semangat ini", ujarnya. Mungkin, karena alasan itu beliau mengajak saya untuk menghadiri rapat tersebut. Rapat
konsolidasi ini ternyata berhubungan erat dengan aksi yang juga sudah lama penulis sarankan beberapa waktu silam. Aksi
pun dilakukan pada esok harinya yang bertitik kumpul di lapangan kampus. Aksi
tersebut pun terjalankan, dan seminggu kemudian sebagian besar tuntutan sudah
direalisasikan oleh pihak kampus. Mungkin, hal ini karena kampus mendapatkan tekanan moral. Apalagi, dalam
aksi demonstrasi tersebut juga diliput oleh banyak media. Uniknya, yang pernah
mengatakan kepada penulis bahwa “Aksi demonstrasi hanya cari panggung”, kini
beliau terdiam seribu bahasa. Di balik ini, penulis ingin berpesan kepada para pembaca, bahwa
setiap usaha yang kita lakukan tidak akan pernah sia-sia selama kita berada di
dalam track kebaikan. Apalagi, perjuangan ini sudah berlangsung selama
berbulan-bulan dan juga menyangkut kepentingan banyak mahasiswa. Sudah
sepatutnya kita selaku “Pemangku Jabatan” di ranah kampus, harus ikut
berkecimpung aktif dan kontributif serta kritis terhadap isu-isu di sekitar
kita. Panjang umur perjuangan! Karena kesia-siaan hanya akan terjadi ketika kita tidak mau untuk bergerak dan memilih untuk menjatuhkan orang lain yang mempunyai niat untuk berbuat kebaikan
Berbicara soal "Aktif", selama di kampus penulis juga banyak berkontribusi di berbagai panggung perlombaan yang diadakan oleh mahasiswa. Mulai
dari berorasi, sampai dengan membaca puisi yang bertemakan perjuangan.
Terkadang, sesekali juga mendapat undangan untuk berorasi atau membaca puisi di
salah satu acara kampus atau sekedar 'Mengacau' di forum-forum diskusi publik. Hal ini dimaksudkan, agar forum diskusi tersebut menjadi 'Panas' dan hidup, Hahaha. Sebuah kehormatan juga bagi penulis, ketika mendapatkan
‘Mandat’ untuk bisa berkontribusi di kegiatan-kegiatan tersebut. Padahal jika
menilik dari masa lalu, penulis merupakan seorang yang pemalu. Ketika
orang-orang mempercayakan kepada penulis untuk “Berbicara”, maka hal tersebut
merupakan sebuah kesuksesan bagi diri penulis. Berarti, penulis telah berhasil atau sukses mengalahkan rasa takut yang menyelinap di dalam diri selama ini. Di luar
kampus, penulis juga kerap mengikuti aksi demonstrasi dan sering mendapatkan
tugas untuk berorasi. Jika berbicara soal orasi, sebenarnya penulis juga
belajar secara otodidak, yang di mana hal tersebut penulis dapatkan ketika
melihat senior-senior yang kerap berorasi di jalanan sebelumnya dan hal
tersebut menjadi inspirasi besar dan harus diikuti oleh seluruh mahasiswa untuk
bisa membangun jiwa kritis dan keberanian dalam hal berbicara ke depannya. Sekali lagi, jangan pernah mengecewakan orang-orang dan terus mengambil peran dalam perjuangan. Jika bukan sekarang, lalu kapan lagi?
Dilema Amanah Orang Tua dan Kusutnya
‘Benang’ Pendidikan Kita
Di balik itu semua, penulis sempat
merasa dilema oleh amanah orang tua, yaitu harus segera lulus dan menjadi
seorang sarjana. Hal tersebut bertujuan agar penulis bisa mencari pekerjaan yang sesuai. Menurut
penulis, di zaman sekarang untuk mengandalkan modal “Ijazah” semata adalah hal
yang hampir mustahil. Orang-orang kini berkuliah hanya karena mengharapkan pekerjaan
di masa depan. Mereka tidak memikirkan, di zaman sekarang lowongan
pekerjaan sudah semakin menipis. Tentunya, penulis segera ‘Memutar Otak’ di
sepanjang malam agar bisa menjadi orang yang bisa membuka lowongan pekerjaan
bagi orang lain dan juga punya relasi untuk melawan “Arus Kontestasi” di dunia
pekerjaan nanti. “Hah? Membuka lowongan pekerjaan bagi orang lain, sedangkan
diri sendiri belum punya pekerjaan?”, mungkin kalian akan bertanya-tanya
seperti itu. Tentu saja, penulis pun segera memutuskan untuk membuka kembali usaha perekaman
dan pengeditan video di Kota Banda Aceh yang dikelola oleh beberapa anggota
tim. Hal ini dimaksudkan dengan mengoptimalkan bakat-bakat anak muda untuk bisa
menciptakan penghasilan pada saat itu. “Jangan hanya sekedar hobi, namun dari
hobi kita ini apa yang bisa kita hasilkan selain karya?”, ujar penulis dengan
semangat.
Pada saat itu,
modal untuk membeli kamera, penulis beranikan untuk meminta pertolongan kepada orang
tua. Alhamdulillah, usaha tersebut berjalan lancar dan menghasilkan uang yang
lumayan. Kemudian waktu semakin berjalan, usaha tersebut mengalami keterpurukan
dan penulis menutup usaha tersebut. Penulis merasa putus asa dan juga malu
kepada orang tua. Namun, beberapa usaha terus penulis lakoni dan tidak menyerah
sampai di situ saja, yaitu usaha reseller produk orang lain, menjadi wartawan (kontibutor) lepas, fotografer lepas, ojek online sampai yang terakhir penulis ingin membuka
sebuah usaha minuman. Namun, hal tersebut terhalang oleh keterbatasan modal dan juga masih malu kepada
orang tua akibat gagalnya usaha yang pertama. Kemudian, penulis terinspirasi dari berbagai akun Instagram yang menyediakan konten menarik dan mereka mendapatkan penghasilan lewat iklan. Sontak! Penulis yang sudah mulai merasa dilema dengan "Beban Dunia Kedewasaan" ini, segera membuat sebuah
akun Instagram yang berisi konten-konten terkait kemahasiswaan. Alhamdulillah,
kini akun Instagram tersebut mempunyai puluhan ribu pengikut dan mulai membuka
jasa periklanan seperti yang diharapkan. Sampai saat ini, usaha tersebut sudah banyak merekrut tim dari
kalangan mahasiswa untuk bisa bekerja sama dalam mencari iklan. Penulis sangat
bersyukur, kini melalui usaha tersebut banyak hal dan kegiatan yang sudah
terdanai, meskipun usaha lewat media sosial tersebut terlihat sangat sepele. Namun, hal tersebut jangan lagi dianggap remeh, karena jika kita bisa
memanfaatkan potensi media sosial dengan bijak, apalagi di zaman era 4.0 ini,
maka tidak menutup kemungkinan kita bisa sukses dan berpeluang memanen buah manis dari 'Ladang Rupiah' di media sosial.
Salah satu contoh 'Ladang Rupiah' di media sosial adalah jasa
periklanan, yang di mana produk-produk akan terus bermunculan, dan tentunya
untuk menjual produk haruslah melakukan promosi atau iklan agar calon pembeli
tertarik. Nah, melalui jasa iklan ini sangatlah signifikan jika kita lakoni di
zaman sekarang, mengingat semua penjual juga sangat membutuhkan iklan untuk
bisa melariskan produknya. Semua itu tergantung kepada kita, apakah kita akan
terus berusaha atau malah memilih untuk berputus asa dengan fasilitas yang “Serba Ada” di zaman
sekarang ini. Sangat rugi, jika kita tidak bisa memanfaatkan potensi-potensi dan
teknologi yang ada pada zaman yang serba digital ini. Alhamdulillah, usaha penulis ini
masih terus berlanjut dan berkembang. Membuka usaha sendiri juga merupakan
sebagai usaha untuk menangani kekusutan ‘Benang” pendidikan kita, yang di mana
setiap orang mempunyai paradigma untuk berlomba-lomba agar bisa lulus menjadi sarjana
tanpa berpikir untuk berinovasi agar terciptanya lapangan pekerjaan bagi orang
lain melalui ilmu yang sudah didapatkan selama berkuliah. Mari kita mulai berkolaborasi dengan teknologi internet dalam mewujudkan kesuksesan pemuda di zaman milenial ini, dan tentunya harus dibarengi dengan tetap mempelajari usaha orang lain sebagai 'Batu Loncatan' kita selanjutnya.
Mimpi yang Menjadi Kenyataan
Tahun demi tahun kemudian
berlalu, penulis banyak menjalin silaturahmi dengan berbagai pihak di setiap kegiatan yang ada di Kota Banda Aceh. Hal ini bertujuan untuk menawarkan jasa periklanan sekaligus untuk mencari relasi sebanyak-banyaknya. Tepat sekitar tahun 2020, penulis kemudian mulai membangun sebuah organisasi
yang dinamakan dengan Dewan Pimpinan Pemuda Cinta Aceh (PCA) yang bergerak di
bidang sosial. Penulis pun segera membentuk dua wadah diskusi berkelanjutan
yang bernama forum “Diskusi Keacehan” yang khusus untuk membahas terkait
“Keacehan”, dan juga forum “Aceh Lawyers Club” (ALC) yang khusus membahas
secara eksklusif segala hal permasalahan di Aceh yang bisa digolongkan sebagai
“Isu Darurat”, kemiskinan maupun kesejahteraan misalnya. ALC secara resmi dan perdana diluncurkan di salah satu hotel berbintang di Aceh pada tanggal 14 Maret tahun 2020. Alhamdulillah, kegiatan ini juga mendapatkan dukungan
dari pemangku jabatan yang ada di Aceh. Salah satu yang mendukung adalah dari
pihak aparat, eksekutif maupun legislatif. Menilik dari kegiatan tersebut,
penulis berharap besar bahwa dengan hidupnya wadah diskusi publik di Aceh, maka
akan meningkatkan pengetahuan dan nalar berpikir kritis bagi generasi muda
serta masyarakat pada umumnya untuk lebih peduli dengan nasib Aceh. Sudah
saatnya, generasi kita harus meningkatkan potensi melalui diskusi dan mencari
jalan keluar secara aktif dan juga lebih kontributif untuk kemajuan Aceh. Apalagi, kita juga sedang dilanda "Bonus Demografi" saat ini dan produktifitas dari generasi muda harus semakin meningkat demi kesejahteraan Aceh ke depannya.
Berbicara soal
“Mimpi yang Menjadi Kenyataan”, membuat sebuah acara di salah satu hotel berbintang
di Aceh ini merupakan kejadian yang jauh dari dugaan dan berawal dari
pembicaraan singkat di warung kopi agar bisa membangun sebuah wadah diskusi
bagi masyarakat Aceh. Dengan dukungan dari seluruh pihak, kegiatan yang diperkirakan
memakan dana sekitar Rp. 30 juta lebih ini bisa sukses diselenggarakan secara
gratis dan hal ini merupakan mimpi besar penulis yang menjadi kenyataan.
Penulis juga berharap kepada para pembaca, bahwa anak muda jangan menyerah
karena keterbatasan dana, melainkan kita harus berusaha untuk menciptakan
berbagai inovasi yang rela ‘Didanai’ oleh orang lain. Artinya, inovasi-inovasi kita
selaku pemuda itu mahal harganya dan kita akan disebut sebagai salah satu
generasi yang ‘Berbahaya’ apabila kita mampu berkontribusi bagi peradaban
bangsa. Karena pada dasarnya, pemuda merupakan tonggak sejarah perjuangan
bangsa dan pemikir yang mempunyai ide-ide yang segar untuk bisa diaplikasikan
ke depannya.
Semangat Berbagi
Kegiatan demi
kegiatan semakin terealisasikan, berkat dengan adanya usaha periklanan, maka
penulis juga membuat program “Semangat Berbagi” di setiap penghasilan. Karena
penulis percaya, bahwa di setiap rezeki yang kita dapatkan merupakan bagian
daripada hak orang lain juga. Selain itu, melalui organisasi Dewan Pimpinan
PCA, kita juga sudah mengadakan banyak kegiatan dan berkontribusi di berbagai
aksi sosial. Mulai dari penggalangan dana, kegiatan menjenguk warga kurang
mampu, menjenguk korban bencana, aksi solidaritas dan juga persoalan advokasi
sosial serta kegiatan diskusi publik. Hal ini akan terus senantiasa kita
perjuangkan demi terciptanya cita-cita pemuda untuk berkontribusi penuh bagi
masyarakat. Di balik perjuangan ini, tak bisa penulis pungkiri bahwa adanya peranan aktif serta support dari berbagai pihak; pemerintah, lembaga kepemudaan, media dan juga sahabat yang telah mendukung. Terima kasih, karena masih setia dalam perjuangan ini. Ingatlah satu hal, bahwa tidak ada usaha yang sia-sia dalam kebaikan, kecuali kita memilih untuk tidak bergerak sama sekali. Itu artinya, kita telah dikalahkan oleh rasa takut yang ada pada diri kita.
Mungkin, dari
kisah di atas merupakan sebagian kecil dari seluruh kisah kehidupan tak terduga
yang penulis alami. Semua kisah yang penulis alami tidak bisa dilontarkan
semuanya, dikarenakan untuk menjaga privasi sebagian orang. Penulis berharap,
semoga kisah di atas bisa menjadi motivasi bagi para pembaca. Bahwasanya, meskipun
kita dihina dan dicemooh, jangan sampai hal itu menjadi penghalang untuk kita
berkarya dan berjuang. Kuatkan tekad di dalam hati untuk menuju yang kita cita-citakan.
Terkadang, jalan memang tak selalu mulus, namun hal tersebut merupakan ‘Obat
Kuat’ bagi perjuangan kita ke depannya. Ingat! Tidak semua orang menyukai kita.
Oleh karena itu, tugas utama kita adalah terus berbuat hal yang bermanfaat bagi
banyak orang dan acuhkan hal-hal yang kurang penting. Teruslah bergerak untuk
perubahan, dan jangan lupa buktikan kepada semuanya bahwa kita juga mampu untuk
melakukan. Ingatlah sebuah pepatah “Anak muda harus membangun mimpinya, atau
orang lain akan mempekerjakan kita untuk membangun mimpi mereka”. Selamat
berjuang! meskipun kita tidak pernah tahu pasti ke mana kita akan 'Melabuhkan' arah perjuangan ini.
*PENULIS adalah Ketua Umum Dewan Pimpinan Pemuda Cinta Aceh, Mahasiswa dan Pegiat Sosial