(Foto: Sulthan Alfaraby)
OLEH Sulthan Alfaraby, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pemuda Cinta Aceh)
RINDU kita menyapa alunan malam yang dingin
sembari berdiskusi di warung kopi bersama para aktivis terkait aksi demonstrasi
dengan ‘mesranya’. Agenda ‘goyang-goyang pagar’ kantor dewan mungkin adalah
menu favorit dalam aksi demonstrasi. Diskusi di warung-warung kopi bukan hanya
sekedar membahas ‘arah kiblat’ bangsa ini, tapi juga sembari membahas tentang
tugas-tugas perkuliahan yang seakan tidak ada habis-habisnya bersama teman-teman
‘Kutu Buku’ berkacamata. Ah, rindu rasanya kembali merasakan hal itu. Sebelum virus
corona atau yang sering disebut sebagai Covid-19 ini menyerang seluruh aspek
tata kehidupan manusia di muka bumi ini, maka kita semua kerap berkumpul dan mengadakan
forum keramaian yang bertujuan untuk mengulik peranan kaum terpelajar. Jauh-jauh
hari, sebelum virus yang katanya ‘mematikan’ ini ‘mendarat’ di tanah air
Republik Indonesia pada awal-awal bulan Maret tahun 2020, maka pastinya ada
sebuah momen yang di mana momen tersebut adalah momen ‘tersakral’ dalam
pembentukan karakter idealisme dan juga membangun semangat militansi
calon-calon pemimpin masa depan. Momen tersebut adalah kegiatan ospek. Namun,
jika melihat dari penamaan oleh beberapa kampus di Indonesia semisal
Universitas Islam Negeri (UIN), maka momen tersebut dinamakan secara khusus
sebagai “Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan” atau disingkat sebagai
PBAK. Di kampus lain, sebutan untuk kegiatan ospek juga mempunyai nama tersendiri.
Namun, dalam tulisan ini maka penulis hanya akan menyebut “PBAK” saja untuk
mewakili seluruh kegiatan serupa.
Kegiatan PBAK ini biasanya diadakan di
pertengahan tahun atau di akhir semester, dengan tujuan untuk memfokuskan
seluruh mahasiswa yang berkecimpung dalam kepanitiaan kegiatan agar bisa
menyambut adik-adik mahasiswa baru dengan semarak dan tentunya dibarengi dengan
materi-materi dan agenda yang memiliki ‘kuantitas’ maupun ‘kualitas’. Tujuan
daripada pemberian materi dan membuat agenda yang matang adalah untuk menjaga ‘kewarasan’
mentalitas dan jiwa ‘militansi’ mahasiswa baru. Hal ini sangatlah diperlukan,
demi menunjang perbekalan bagi mahasiswa baru agar mampu bertarung dalam
kerasnya kontestasi dunia kampus ke depannya. Selain itu, juga diperlukan
pendampingan yang ‘kongkrit’ dari para senior untuk mengenalkan budaya maupun
lingkungan kampus kepada para mahasiswa baru yang sebelumnya mereka berstatus
sebagai “siswa” yang biasanya mempunyai tampang imut-imut dan lucu ini.
Di balik PBAK ini, sebenarnya peran
Presiden Mahasiswa (Presma) sangatlah urgent
dan juga tersorot di depan ribuan mata publik. Sosok militansi dan jiwa
idealisme Presma beserta jajaran ketika memberikan sambutan maupun berorasi,
adalah kunci daripada usaha pembentukan karakter para mahasiswa baru agar bisa ‘terprovokasi’
dengan lantunan-lantunan semangat-semangat perjuangan demi melanjutkan dan
membesarkan marwah kampus ke depannya. Selain pemberian motivasi yang sangatlah
penting bagi cikal bakal pemikir-pemikir kritis muda kampus, ada satu hal lagi
yang tidak bisa terlepas daripada PBAK, yaitu pengenalan seluruh aset-aset yang
berketerkaitan dengan lingkungan kampus dan juga pengenalan dunia akademik. Tak
bisa kita pungkiri, pengenalan aset-aset kampus sangatlah penting dibekali
sejak dini, jangan sampai mereka ke depan akan salah paham tentang wilayah-wilayah maupun aset-aset yang
dimiliki oleh kampus. Apalagi, baru-baru ini juga kerap terjadi permasalahan ‘sengketa’
aset-aset kampus yang membuat banyak mahasiswa muda kerap ‘terprovokasi’.
Tentunya, kita tidak menginginkan kesalahpahaman dalam hal tersebut menjadi
sebuah ‘titik api’ kecil yang akan membesar di kemudian hari. Saling mengingatkan
dan saling mempelajari sejarah kampus masing-masing adalah jalan keluarnya.
Tentunya, peran akademisi maupun para ahli di bidang sejarah sangat diperlukan
untuk saling bersinergi.
Nah, jika kita mengulik terkait
akademik, biasanya materi terkait akademik dalam PBAK berisikan agenda pengenalan
sejarah Program Studi (Prodi), penggunaan portal mahasiswa, aturan nilai
perkuliahan, pengenalan dosen atau akademisi bahkan tokoh-tokoh aktivis kampus
dan juga motivasi-motivasi terkait cara untuk mendapatkan beasiswa serta masih
banyak lagi yang berhubungan dengan dunia akademik kampus. Namun, hal-hal yang
sudah kita kupas di atas tadi telah menjadi angan-angan belaka di tahun 2020
ini, dikarenakan PBAK dilakukan secara online
atau tidak bertatapan muka secara langsung diakibatkan aturan Social Distancing. PBAK online, sebenarnya sudah menjadi momok menakutkan
atau hiruk pikuk bagi banyak mahasiswa terkait mekanisme pelaksanaannya. Momok
menakutkan yang dimaksud adalah terkait pelaksanaannya yang dirasa akan kurang
efektif. Sebagai contoh kecil, terkait perkuliahan online saja banyak mahasiswa yang merasa kurang optimal dalam penerapan
sistem pembelajaran tersebut. Apalagi, jika tahun 2020 ini kita memasuki ‘era
pengenalan baru’ atau disebut dengan “PBAK online”.
PBAK online
sebenarnya bukanlah masalah yang terlalu rumit jika bisa dilaksanakan sesuai
dengan ‘kaidah’ yang ada. Setidaknya, PBAK online
ini haruslah memenuhi aspek-aspek untuk menunjang pembukaan pola pikir yang
baru bagi para mahasiswa baru; seperti memperbanyak motivasi, pengenalan budaya
dan akademik serta permainan seru yang mendidik. Satu hal lagi, dalam ranah
agenda “Hiburan” nantinya, jangan terlalu dipersulit dan harus memahami terkait
kondisi keterbatasan saat ini yang merupakan imbas daripada pandemi Covid-19.
Jika perlu, maka kegiatan online ini
juga harus ada gebrakan kongkrit dan tentunya dapat menarik minat mahasiswa baru untuk serius dan
tekun dalam mengikutinya. Dengan adanya gebrakan-gebrakan kongkrit dan kegiatan
dibalut dengan agenda yang menarik, maka tentunya kita menginginkan para
mahasiswa baru yang merupakan calon-calon aktivis muda masa depan akan merasa
bahwa “Kampus adalah miliknya”. Tentunya, jika kecintaan mahasiswa baru telah
tumbuh subur terhadap kampus, maka hal ini akan menjadi ‘senjata mematikan’
untuk mendemo rektorat ke depannya jika membuat kebijakan yang semena-mena. Hahaha,
penulis hanya bercanda, jangan marah ya.
Nah, kita kembali serius! Semoga dengan
kebimbangan-kebimbangan selama ini terkait pelaksaan kegiatan kampus secara online bisa menjadi kebiasaan baru yang
dapat dipahami oleh semua pihak. Oleh karena itu, besar harapan penulis kepada
seluruh pemangku jabatan di kampus untuk melihat permasalahan PBAK ini secara
serius. Mari kita bentuk bersama karakter-karakter tangguh ke depannya melalui
sistem pelaksanaan yang sesuai dengan keadaan saat ini dan juga memenuhi
aspek-aspek yang lebih bisa ‘mewaraskan’ kembali pemikiran-pemikiran calon
intelektual kampus. Jangan sampai, kesalahan maupun kekurangan dalam
pembentukan jiwa-jiwa pejuang muda ini bisa mengakibatkan ‘kecacatan mental’
bagi angkatan muda ke depannya. ‘Kecacatan mental’ yang dimaksud adalah angkatan
muda tidak mempunyai jiwa-jiwa militansi dan bahkan tidak mengetahui semangat
daripada Tri Dharma Perguruan Tinggi yang selama ini menjadi ‘batu loncatan’
bagi kemajuan peradaban kaum intelektual dalam pembangunan bangsa dan negara.
Terakhir, penulis juga berharap agar pandemi ini bisa segera berakhir dan
apresiasi yang sebesar-besarnya kepada tim medis serta seluruh relawan yang
masih terus berjuang untuk membenahi musibah dunia ini. Meskipun musibah ini
belum diketahui kapan akan berakhir, namun kita harus tetap optimis serta terus
bergerak dalam menghidupkan masa depan pendidikan dari generasi ke generasi.