Liputan23.com I Jakarta Bank Dunia memperkirakan terjadi lonjakan angka kemiskinan akibat pandemi Covid-19 di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Hal ini tertuang dalam East Asia and Pacific Economic Update, October 2020 yang bertema “From Containment to Recovery”.
Kemiskinan di wilayah tersebut diproyeksikan akan meningkat untuk pertama kalinya dalam 20 tahun. Yakni sebanyak 38 juta orang diperkirakan akan tetap berada, atau didorong kembali ke dalam kemiskinan akibat pandemi.
Kemiskinan ekstrim meningkat dari 2,7 persen di 2019 menjadi 3,0 persen di 2020 (berdasarkan garis kemiskinan USD 1,9 perkapita perhari – 2011 PPP). Sedangkan ambang batas tingkat kemiskinan USD 3,2 dan tingkat kemiskinan USD 5,5 (Paritas Daya Beli/PPP) tidak digunakan oleh BPS untuk mengukur kemiskinan.
Hal itu karena pendekatan yang dipakai oleh BPS adalah kemampuan penduduk dalam pemenuhan kebutuhan dasar (Basic Needs Approach).
Menurut rilis BPS, Covid-19 telah menyebabkan angka kemiskinan naik menjadi 9,8 persen pada Maret 2020. Angka kemiskinan ini mengembalikan level kemiskinan Indonesia seperti pada dua tahun silam.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu menjelaskan, sebagai respons pemerintah, mayoritas masyarakat kelompok 40 persen pendapatan terendah telah mendapat dukungan pemerintah melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), baik dalam bentuk Jaring Pengaman Sosial (JPS), bantuan/pembiayaan usaha, maupun subsidi listrik.
"Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 203,9 triliun atau sekitar 0,9 persen terhadap PDB untuk JPS. Bantuan ini bahkan tidak hanya menyasar masyarakat 40 persen terbawah namun juga kelas menengah yang terdampak melalui berbagai program, seperti Program Kartu Prakerja dan Program Padat Karya”, jelas Febrio Kacaribu dalam keterangan resmi, Selasa (29/9/2929).
Menanggapi publikasi Bank Dunia tersebut, Pemerintah memandang hal ini sebagai catatan dan masukan penting dalam upaya mendorong efektivitas implementasi dan evaluasi program pemulihan ekonomi nasional baik dalam penanganan pandemi maupun implementasi program-program dukungan pemerintah terhadap masyarakat dan dunia usaha.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menegaskan pihaknya tengah menyiapkan transformasi UMKM agar mampu beradaptasi, terhadap berbagai perkembangan termasuk tranformasi digital dalam produksi dan pemasaran. Sekaligus juga transformasi untuk menumbuhkan ekosistem pembiayaan, ekosistem perijinan yang lebih mudah, ekosistem kewirausahaan dan akses kepada pasar yang lebih luas seperti ekspor.
“Kita perlu menyiapkan UMKM bisa melakukan transformasi secara baik karena kekuatan ekonomi kita sangat tergantung pada UMKM. Ada 99 persen pelaku usaha di Indonesia adalah UMKM sehingga pemulihan ekonomi nasional tidak bisa dilakukan tanpa memulihkan UMKM," Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, saat acara Penghargaan Natamukti 2020 yang diselenggarakan International Council for Small Busines (ICSB), Kamis (17/09/2020).
"Pengangguran akan semakin tajam, kemiskinan akan semakin meningkat apabila UMKM gagal melakukan transformasi,” tambah dia.
Menurut Teten sangat penting kolaborasi empat pilar yang diusung oleh ICSB, yaitu Pilar Pemerintah, pilar Akademisi, pilar Peneliti dan pilar Pelaku Usaha untuk melakukan transformasi.
Ia juga berharap terjadi integrasi antara UMKM dan usaha besar untuk melahirkan suatu kekuatan ekonomi dan memberikan kesejahteraan kepada pelaku UMKM.
“KemenkopUKM sekarang ditugaskan oleh Bapak Presiden melakukan transformasi, termasuk koperasi. Kita juga diminta evaluasi seluruh pembiayaan UMKM agar betul-betul diberikan kemudahan akses yang bukan saja modal kerja tapi modal investasi. Selain itu, mengevaluasi seluruh kebijakan perijinan yang mempersulit UMKM,” ujarnya.(*)
Sumber : liputan6.com