BUDAYA ISLAM DAN PANDEMI DI NEUSU JAYA

Laporan: Tim SA Center
OLEH Rima Linda

ISTILAH Pandemi sering bergeming di telinga kita. Istilah ini kerap disebut dengan Pandemi Covid-19 karena Pandemi ini muncul pada tahun 2019 dan sampai sekarang masih di perbincangkan dalam kalangan masyarakat. Bagaima tidak, semenjak kehadirannya saat itu membuat masyarakat merasa resah. Serangkaian upayapun telah dilakukan agar Pandemi segera hilang dan kembali normal. Mulai dari membatasi sosial, selalu berada di rumah, hingga ibadahpun lebih dianjurkan di rumah saja sejak maret lalu. Namun, Menjalankan upaya penanggulangan Covid tidaklah semudah yang di bayangkan, bahkan masuk kategori cukup sulit untuk diterapkan. Tentu saja tidak mudah karena mengingat hal ini sebelumnya tidak terbayangkan akan terjadi di masyarakat justru terjadi begitu saja. 

Seterusnya setiap daerah pasti memiliki keadaan agama dan budayanya masing-masing, dimana keadaan tersebut telah terbiasa diaktivitaskan sehingga untuk menerapkan aktivitas baru dan menghilangkan aktivitas lama untuk sementara sampai keadaan normal mendatang seakan repot untuk diterapkan.
Budaya merupakan adat istiadat, kebiasaan, dan tingkah laku yang diwariskan secara turun menurun dalam kalangan masyarakat. Sedangkan agama merupakan keyakinan yang dianut oleh setiap orang. Biasanya setiap daerah memiliki budaya yang sama sedangkan agama tidak begitu. Mengingat setiap orang memiliki haknya masing-masing ingin menganut keyakinan yang mana.

Jadi, meskipun berada di daerah yang sama belum tentu memiliki agama yang sama juga. Kita berada di Indonesia dimana mayoritas penghuninya menganut agama Islam terutama di wilayah Aceh. Aceh terkenal dengan serambi mekkah, kenapa disebut serambi Mekkah? Karena sejarahnya Aceh merupakan daerah dimana kerajaan Islam pertama berdiri di wilayah Indonesia. Seterunya Aceh juga daerah pertama masuknya agama Islam di Wilayah Indonesia. Namun, bagaimana keadaan Budaya Islam saat Pandemi Ini?

Masyarakat tentu akan menghadapi Pandemi Covid-19 sesuai dengan keadaan daerahnya masing-masing. Begitu Juga dengan daerah Desa Neusu Jaya, Banda Aceh, masyarakatnya juga memiliki cara untuk mengahadapi dan beradaptasi dengan Covid-19  sesuai budaya dan peraturan yang berlaku. Masyarakat Neusu Jaya adalah diamana masyarakatnya mayoritas penganut agama Islam. Jadi bagaimana masyarakatnya tetap menjalankan budaya Islam saat Pandemi Covid-19?

Umumnya pencegahan penularan Covid-19 lebih efektif dilakukan dengan cara melaksankannya di rumah saja. Seperti belajar di rumah, bekerja di rumah dan beribadahpun dilakukan di rumah. Hal ini mulai berjalan sejak April 2020 saat pemerintah memberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Setelahnya, ada tatanan normal baru atau kerap disebut dengan New Normal yang telah disiapkan oleh kementrian kesehatan agar disosialisasikan secara masif agar masyarakat lihai mengenai jaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan.

Maka dari itu, pemerintah menegaskan agar masyarakat mematuhi apa yang telah ditetapkan mereka. sehingga masyarakat bisa mengurangi penularan Covid-19 dan hidup dengan aman dan nyaman.
Konteks kebudayaan Islam, hal ini mengacu pada nilai yang telah di ajarkan oleh Rasulullah SAW. Dimana Rasul menerapkan sebuah prinsip yang dapat ditiru oleh umatnya, seperti berbaur dengan sesama manusia karena pada masanya Rasulullah tidak membuat hijab antara Rasul dengan para sahabat beserta umatnya.

Demikian Rasul menghimbau untuk bersilaturrahim melalui shalat berjamaah misalnya, yang mana kegiatan ini dilakukan dalam rangka untuk menegakkan agama Islam. Melalui inilah Rasulullah mengajarkan agar saling menjaga silaturrahmi bukan hanya  sekedar ingin mendapat pahala dan Ridha dari Allah SWT saja, namun juga untuk persatuan, kebersamaan, saling mengenal, bertegus sapa, saling bertoleransi. Nah, budaya Islam yang seperti inilah yang harus diterapkan juga oleh kita sesama manusia.

Kendatipun tengah dalam keadaan pandemi mana kala keadaan ini membuat batasan untuk melakukan beberapa aktivitas diluar, namun itu tidak menjadikan hal yang sulit sekali bagi masyarakat Neusu Jaya untuk melakukan budaya Islam yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW seperti halnya shalat berjamaah. Meski Pandemi, masyarakat Neusu tetap saja bisa melakukan shalat berjamaah dengan cara setiap satu orang jama’ah membuat sedikit jarak dengan jama’ah yang lainya supaya penularan Covid-19 sedikit tidaknya berkurang. Tata cara ini lebih di utamakan untuk jama’ah laki-laki sedangkan perempuan lebih di anjurkan melaksanakan shalat di rumah saja saat Pandemi ini. 

Menjaga silaturrahim saat Pandemi tentu masyarakat Neusu Jaya tetap suka berbaur dengan sesamanya yaitu dengan cara mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Seperti saat bertemu dengan teman, biasanya hal yang pertama dilakukan adalah menyapa, bersalaman, dan sedikit berbincang. Hanya saja, saat Pandemi cara itu sedikit diubah seperti, saat bertemu mereka tetap menyapa seraya sedikit membuka masker agar kelihatan sedang tersenyum sebagai tanda sapaan lalu menutupnya kembali. Bedanya, mereka sedikit menjaga jarak saat berbincang dan tidak melakukan jabat tangan lagi agar terhindar dari penularan Covid-19.

Begitu juga dengan pernikahan yang merupakan Sunnah yang dianjurkan dalam agama Islam. Biasanya acara pernikahan diadakan dengan meriah dan di datangin banyak tamu. Sekarang keadaan ini berubah dimana tamu di batasi acara pernikahannya dianjurkan sederhana saja dan tetap mematuhi protokol kesehatan. Meskipun sebagian masyarakat masih saja tidak mematuhi protokol kesehatan, tapi setidakya ada banyak juga yang masih peduli dan mematuhinya.

Demikian kita sebagai umat Islam memang harus melaksanakan apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW, jika bukan kita sendiri siapa lagi yang akan melakukannya bukankah begitu. Namanya kendala memang datang tanpa memberitahu oleh karenanya kita sebagai manusia siap tak siap harus menghadapinya.

*Penulis adalah Seorang Mahasiswi Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat Jurusan Sosiologi Agama UIN Ar-Raniry Banda Aceh)
Share:
Komentar

Berita Terkini