Menelaah Aspek Yuridis Qanun No.11 Tahun 2018

Laporan: REDAKSI author photo

Liputan23.com - Banda Aceh I Qanun Lembaga Keuangan Syariah, Nomor 11 tahun 2018 kembali dibahas secara alot dalam Publik Review.


Elemen masyarakat yang hadir selain tokoh dan akademisi menelaah Qanun tersebut dari aspek yuridis, Kriyad Hotel Banda Aceh, Rabu (30/2020).


"Jadi publik review hari ini kita tidak lagi membahas tentang riba dan dukungan Qanun LKS, karena semua sepakat dan mendukung Qanun LKS dan menolak riba, tidak perlu tandatangan pakta dukungan untuk mendukung Qanun LKS karena kewajiban seluruh masyarakat Aceh mendukung pelaksanaan syariat Islam," tegas Safaruddin yang juga ketua Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA).


Menurut ketua Ikadin, Safaruddin SH, menyatakan inti yang dibahas dalam diskusi ini lebih pada aspek yuridis dalam implementasi Qanun LKS.


Untuk menjadi pedoman diskusi, setiap peserta di berikan buku Qanun LKS, Naskah Akademiknya dan Qanun No 8 tahun 2014 tentang Pokok-pokok Syariat Islam. Semua peserta diberikan buku qanun agar peserta diskusi dapat memahami dan membaca langsung Qanun LKS sehingga paparan dan diskusi dalam forum menjadi edukasi kolektif bagi yang hadir dan juga seluruh masyarakat Aceh.


Menelaah Aspek Yuridis Qanun No 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keungan Syariah: Peu Keuh Jeut Tancap Gas Ladju?, yang laksanakan Rabu, 30 Desember 2020, terkait Publik Review terhadap Qanun No 11 tahun 2020 tentang LKS.


Gubernur Aceh Nova Iriansyah dikabarkan berencana mengajukan perubahan Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah ke DPRA. Hal ini sebagaimana termuat dalam konsep surat Pemprov Aceh yang beredar, salah satu poinnya menagjukan skema perpanjangan operasional bank konvensional hingga 2026.


Menaggapi hal itu, Ketua YARA, Safaruddin mengatakan, pihaknya tetap tidak sepakat dilakukan penundaan karena penutupan bank konvensional di Aceh tidak punya dasar hukum.


"Penundaan itu seolah-olah mengakui. Padahal, Qanun tidak mengatur tentang penutupan bank konvensional," tuturnya.

Menurut Safaruddin, Qanun itu mengatur bahwa bank konvensional yang sudah beroperasional di Aceh wajib membuka unit usaha syariah, bukan menutup bank konvensional.


"Qanun LKS itu sudah benar, nggak masalah. Cuma ketika dilaksanakan seperti itu, maka itu yang salah. Jadi yang dilakukan mereka sekarang melakukan konversi rekening dan penutupan operasional, itu menurut saya ilegal. Tidak berdasarkan aturan hukum, tidak punya payung hukum," tambahnya.


Ketua YARA itu berujar, hal ini yang kemudian membuat pihaknya menggugat beberapa bank ke pengadilan di Jakarta beberapa waktu lalu. Di sana Safaruddin berharap, ada keputusan yang mengakomordir semua pihak.


"Mereka (pihak bank) bersikukuh penutupan bank konvensional karena tuntutan Qanun, makanya saya gugat ke pengadilan agar kita bisa berargumentasi di sana, ada putusannya di sana nanti," ungkap Safaruddin.


Sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bakal digelar pada 5 Januari 2021 mendatang.

Pihak yang dipanggil yakni Bank Mandiri, BRI dan BCA selaku tergugat dan Safaruddin selaku penggugatnya.


"Secara hukum bila tuntutan ini tidak diwujudkan, adalah ilegal. Karena proses seperti ini menurut saya tidak punya dasar hukum, ya kalau dampak ekonominya banyaklah, mungkin dari praktisi ekonomi bisa menyampaikan itu, Tutupnya.(*)

Share:
Komentar

Berita Terkini