Liputan23.com.Banda Aceh | Polemik pembangunan IPAL yang berada di salah satu kawasan di Gampong Pande akhir-akhir ini terkesan terlalu lebay dan jauh dari subtansi solusi. 

Bagaimana tidak, persoalan ini seakan hanya ajang panggung politik belaka tanpa adanya langkah kongkret dan berujung kepada jalan buntu dan pemaksaan pendapat semata.

“Perlu kita ingat dan kita pahami secara seksama bahwa penetapan dan mulainya pembangunan IPAL di Gampong Pande sudah dimulai sejak tahun 2015 yakni pada pemerintahan sebelumnya, bukan pemerintahan kota saat ini. 

Namun dikarenakan disaat pembangunan di beberapa titik tertentu di temukan adanya situs sejarah, lalu Walikota Banda Aceh Aminullah Usman mengeluarkan kebijaksanaan untuk menghentikan sementara, mengambil kebijakan untuk melakukan pemetaan dan penelitian terlebih dahulu, tentunya tujuan Walikota agar titik yang terdapa situs sejarah dan Budaya tetap terjaga sebagaimana mestinya. 

Setelah adanya hasil pemetaan dengan menggunakan teknologi dan melibatkan para ahli serta dilakukan pembagian zonasi, maka di zona yang terdapat situs sejarah atau situs budaya tidak dibangun IPAL melainkan di zona lainnya yang tidak terdapat situs tersebut. Bukankah langkah itu sudah sangat bijaksana dan penuh pertimbangan, apalagi keputusan yang diambil diserahkan kepada multipihak yang berkompeten sebelum dilakukan langkah-langkah kongkret,” ungkap Koordinator Gerakan Muda Peduli Aceh (GeMPA)(12/03/2021).

Pun demikian, kata Fazlan, dalam pembangunan yang memiliki tujuan kemaslahatan sekalipun pro dan kontra tentunya akan terjadi, baik itu dilatar belakangi oleh kepentingan politis tertentu, bahkan hanya mendengar cerita belaka, ataupun hal lainnya yang melatarbelakangi. “Namun demikian yang patut dipahami bahwa populasi Banda Aceh yang kian hari bertumbuh pesat tentunya membutuhkan pembangunan IPAL dengan kapasitas memadai dan hal itu relatif mendesak. Disisi lain juga tentunya harus dibangun dengan penuh kehati-hatian dalam membangunnya sehingga titik-titik yang terdapat situs sejarah atau budaya.
“Sejauh ini langkah kebijaksanaan yang dilakukan oleh Walikota saat ini sudah relatif lebih bijaksana ketimbang sebelumnya dan kita berharap ke depannya terus dipertahankan dan ditingkatkan. Karena berbicara soal situs sejarah atau budaya sudah seyogyanya tidak sebatas dengar cerita orang atau opini orang belaka, tetapi harus secara ilmiah,” tegasnya.

Masih kata Fazlan, di lain sisi persoalan ini bisa saja menjadi panggung politik empuk bagi pihak-pihak tertentu dengan upaya mengembangkan opini tanpa memberikan pencerahan rasional.

“Tentunya miris jika persoalan situs wisata ini disimpulkan dengan dasar hanya berdasarkan kata orang yang belum tentu benar adanya. Padahal saat ini sudah zaman dimana teknologi sudah maju, sudah terdapat banyak ahli yang mumpuni. Tentunya ini akan lebih arif jika persoalan situs wisata dan sejarah Gampong Pande di selesaikan secara ilmiah dengan melibatkan para ahli di bidang tersebut, bukan malah merongrong opini tak elok yang justru merugikan publik. Apalagi kelanjutan pembangunan IPAL ini juga kebutuhan mendesak publik. Jadi, semua aspek harus menjadi pertimbangan dan mengedepankan pendekatan ilmiah,” jelasnya.

Pihaknya juga menyayangkan, ada oknum tokoh yang justeru menggiring opini berlebihan padahal ketika menjabat pihak tersebut pun hampir tak berkontribusi sama sekali untuk persoalan IPAL ini.

“Bisa dikatakan subtansi yang dimainkan itu juga tak mengacu padahal yang ilmiah, ironisnya lagi ada yang tokoh yang cuap-cuap tak tau kondisi real di Gampong Pande itu sendiri. Ini relatif menyedihkan menjadikan persoalan ini sebagai ajang politis belaka”, sebutnya.

GeMPA juga mengajak agar semua pihak dan wabil khusus warga kota Banda Aceh yang dominannya masyarakat yang cerdas untuk menjunjung tinggi pendekatan dan metode ilmiah dalam persoalan situs sejarah di Gampong Pande.

“Kita meminta kepada semua pihak dan masyarakat Banda Aceh baik penduduk asli maupun pendatang untuk tidak terperdaya dengan cerita orang namun kita berharap agar mengedepankan hasil penelitian ilmiah sebagai kesimpulan yang lebih ideal untuk dapat diambil sebagai kesimpulan terbaik. Kita juga berharap polemik pembangunan IPAL Gampong Pande dapat terselesaikan dengan bijaksana demi kemaslahatan masyarakat Banda Aceh dan Aceh secara umum”, pungkasnya.(**)