Mengejar Uang Haram Para Koruptor di Swiss

Laporan: Redaksi author photo

Keterangan Foto: Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna H.Laoly dan Menteri Kehakiman Swiss Karin Keller-Sutter di Bern, Swiss setelah menandatangani Perjanjian MLA (4 februari 2019).
Jakarta - Swiss kini tak lagi menjadi surga bagi para koruptor untuk menyimpan uang haramnya. Sejak Selasa, 14 September 2021, telah diberlakukan secara resmi Perjanjian Tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss (Treaty on Mutual Legal Assistance/MLA in Criminal Matters between the Republic of Indonesia and The Swiss Confederation).

Diberlakukannya perjanjian ini akan sangat membantu Indonesia dalam penegakan hukum, khususnya untuk asset recovery hasil pidana yang kemungkinan disimpan di Swiss. Di samping itu, memudahkan pula bagi para pihak dari kedua negara untuk bekerjasama dalam lingkup penyelesaian perkara pidana.

Pemberlakuan Perjanjian MLA RI-Swiss merupakan sebuah capaian yang sangat signifikan, mengingat Swiss merupakan pusat finansial dunia. “Perjanjian ini merupakan perjanjian MLA pertama RI dengan negara Eropa sehingga akan membuka peluang pembentukan perjanjian MLA dengan negara-negara strategis lainnya di Kawasan,’’ demikian keterangan tertulis dari Kementerian Luar Negeri RI (15/9/2021).

Perjanjian ini mengatur kerja sama bantuan hukum yang diharapkan dapat memperkuat pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan. Ruang lingkup bantuan timbal balik pidana yang luas ini merupakan salah satu bagian penting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta.

Sejalan dengan itu, perjanjian MLA ini juga dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang fiskal, termasuk perpajakan (tax fraud) sebagai upaya Pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia, dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya.

Hal penting lain dari Perjanjian MLA RI-Swiss adalah mengenai asas retroaktif yang memungkinkan dilakukannya permintaan bantuan hukum timbal balik terhadap tindak pidana yang proses hukumnya dimulai sebelum berlakunya perjanjian ini. Penerapannya akan menguntungkan Pemerintah Republik Indonesia dalam upaya pengembalian aset atau kerugian negara dari hasil tindak pidana yang di tempatkan di Swiss secara lebih optimal.

Proses Ratifikasi MLA melalui UU No. 5/2020

Perjanjian ini diawali pada saat kunjungan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly menemui mitranya Menteri Kehakiman Swiss Karin Keller-Sutter di Bern, Swiss (4/2/2019).

Ketika itu mereka sepakat menandatangani MLA yang kemudian disusul dengan proses internal di negara masing-masing.

Setelah menandatangani kesepakatan itu, Indonesia menyelesaikan proses ratifikasinya melalui UU No. 5 tahun 2020 tentang Pengesahan Perjanjian Tentang Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Masalah Pidana Antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss.

Sementara, Swiss menyelesaikan proses internalnya pada Juli 2021 lalu. Kedua pihak selanjutnya memberitahukan penyelesaian proses tersebut melalui pertukaran nota diplomatik.

Lebih jauh Menteri Yasonna mengatakan bahwa kemajuan teknologi informasi membuat perpindahan dana dan/atau aset dari suatu negara ke negara lainnya dapat berlangsung dengan mudah. Selain berdampak positif, hal ini juga berdampak negatif dengan timbulnya tindak pidana yang melewati batas yurisdiksi suatu negara atau tindak pidana transnasional.

Maka tak pelak lagi bahwa pencegahan dan pemberantasan tindak pidana transnasional memerlukan kerjasama bilateral dan multirateral. Khususnya di bidang penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan putusan pengadilan.

"Menyadari hal tersebut, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Konfederasi Swiss sepakat mengadakan kerjasama bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana,” ujar Menteri Yasonna.(adv)

Share:
Komentar

Berita Terkini