Pemerintah-DPR Sepakati Pembahasan RUU Pengesahan Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik Masalah Pidana RI-Rusia

Laporan: Redaksi author photo

Jakarta - Pemerintah Republik Indonesia bersama Komisi III DPR RI secara resmi menyepakati pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Federasi Rusia tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Treaty between the Republic of Indonesia and the Russian Federation on Mutual Legal Assistance/MLA in Criminal Matters).

RUU ini merupakan kelanjutan dari perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani hampir dua tahun lalu itu.

Sebelumnya pada 13 Desember 2019 di Moskow, Rusia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly bersama Menteri Kehakiman Rusia, Aleksandr Konovalov, telah menandatangani kerja sama MLA.

Nantinya, dengan adanya RUU yang akan dibahas ini diharap akan semakin memperkuat kerja sama yang ada dan dapat mengatasi perbedaan sistem hukum kedua negara.

“Kerja sama penegakan hukum lintas negara semakin penting, seiring dengan semakin meningkatnya hubungan dan kerja sama antar negara di berbagai bidang, seperti investasi, perdagangan, kerja sama di bidang perbankan yang didukung oleh perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dan canggih,” kata Yasonna dalam Rapat Kerja (Raker) penyampaian penjelasan presiden atas RUU tentang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Federasi Rusia tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Komisi III DPR-RI dengan pemerintah.

Pemerintah memandang penting dibentuknya perjanjian bilateral Republik Indonesia dengan Federasi Rusia untuk mendukung kemitraan strategis kedua negara yang diharap dapat segera ditandatangani oleh kedua kepala negara. Terlebih hubungan diplomatik kedua negara telah terjalin sejak 1950.

“Pembentukan perjanjian bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana dengan negara-negara strategis akan mendukung upaya pemerintah untuk menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF),” ujar Yasonna di Ruang Rapat Komisi III DPR-RI, Rabu (01/09/2021) siang.

Seperti diketahui, FATF merupakan organisasi antarpemerintah dunia untuk menetapkan standar dan memastikan pelaksanaan yang efektif terhadap upaya pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT), dan ancaman terkait lainnya terhadap integritas sistem keuangan internasional.

Sementara itu Ketua Komisi III DPR-RI, Herman Hery mengatakan 9 fraksi di Komisi III DPR-RI telah menyetujui untuk melanjutkan pembicaraan ke tingkat I, dan segera ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Selanjutnya pada 6 September 2021, raker akan mengambil keputusan tingkat I, pengambilan keputusan untuk melanjutkan pada pembicaraan tingkat II atau rapat paripurna,” ujar Herman.

“Kemudian 7 September 2021, dilanjutkan pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan dalam rapat paripurna terhadap RUU tersebut,” tandas politisi PDIP asal dapil NTT II ini.

Dari 9 fraksi yang menyetujui, hanya F-PPP yang menyetujui dengan diberi catatan. Arsul Sani menjelaskan dari apa yang telah disampaikan oleh pemerintah, keseluruhan perjanjian ini sudah memenuhi prinsip resiprositas (timbal balik).

“Kedua, sudah ada 30 perjanjian dalam bentuk agreement maupun MoU antara Indonesia dan Rusia yang perlu diperkuat dengan perjanjian MLA ini,” ujar Arsul. “Terakhir, agar dijelaskan mekanisme (MLA) terutama dari sisi Rusia, tentu kalau dari sisi Republik Indonesia kita sudah paham,” tutupnya.(khi)

Share:
Komentar

Berita Terkini