Hari Migran Internasional 2021: Refleksi Perlindungan PMI

Laporan: Redaksi author photo

Oleh: Martri Agoeng (Ketua Bidang Ketenagakerjaan DPP PKS)

Bekerja diluar negeri, meskipun bukan impian, merupakan salah satu jalan yang bisa dipilih demi mendapatkan penghasilan yang lebih baik, ditengah kesempatan bekerja didalam negeri yang semakin terbatas. Namun disisi lain, bukan berarti pilihan tersebut tidak memiliki resiko. Justru inilah titik poinnya, resikonya sangat besar, tetapi, demi keluarga dan masa depan yang lebih baik, maka resiko itu bukanlah halangan yang perlu ditakutkan. Dan disinilah pentingnya peran pemerintah, dengan kebijakan dan regulasi peraturan diperlukan untuk mengantisipasi dan meminimalisasi resiko-resiko yang mungkin akan dihadapai oleh calon pekerja migran, yang sudah bekerja diluar negeri, maupun pekerja migrant yang sudah kembali ke tanah air (pekerja migran purna). 

Lebih dari dua tahun pasangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ma’ruf Amin memerintah negeri ini. Dalam periode kedua, dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi harapannya bisa bekerja lebih baik lagi, sebagaimana yang dijanjikan dalam kampanye waktu itu. Namun, hal tersebut masih jauh dari harapan.

Salah satu contohnya adalah penyelesaian permasalahan Pekerja Migran Indonesia (PMI), baik yang akan berangkat, yang sedang bekerja diluar negeri ataupun yang sudah kembali ke tanah air (purna PMI). Banyak sekali permasalahan yang hingga saat ini belum terselesaikan dengan baik. Padahal, waktu itu tanggal 28 Oktober 2019, kelompok pekerja migran Indonesia yang tergabung dalam Jokowi Pro Pekerja Migran Indonesia (Jopromig) telah mendeklarasikan dukungan kepada calon pasangan Presiden Joko Widodo dan Ma’ruf Amin. Salah satu alasannya adalah, ketika Presiden Jokowi yang saat itu berpasangan dengan Yusuf Kalla menjadi Presiden dan wakil presiden untuk periode 2014-2019 dianggap telah berhasil memberikan perhatian yang luar biasa terhadap nasib para PMI.

Dalam catatan kami, minimal ada dua hal yang menjadi alasan mengapa PMI layak mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Pertama, PMI telah mendatangkan banyak devisa bagi Negara ini. Menurut catatan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), pada tahun 2019, PMI telah memberikan sumbangan devisa ke negara sebesar 159,6 triliun.

Ini merupakan jumlah yang sangat besar. Maka dari itu, pemerintah harus serius dengan membuat kebijakan yang bisa memberikan perlindungan yang lebih baik lagi tidak hanya bagi PMI, tetapi juga kepada keluarga yang di tinggalkannya. Kedua, PMI telah mengurangi jumlah pengangguran yang ada ditanah air. Hingga akhir Agustus 2021, meskipun dalam keadaan masih pandemi covid-19, Indonesia telah menempatkan sebanyak 46.043 PMI ke luar negeri. Walaupun jumlah tersebut relative kecil jika dibandingan dalam kondisi normal yang mampu menempatkan 260 ribu PMI setiap tahunnya.

Selanjutnya, kami selama ini telah banyak melakukan advokasi dan memberikan pendampingan serta perlindungan kepada PMI yang bekerja diluar negeri, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui berbagai program dan kebijakan partai. Dalam hal regulasi dan peraturan, sikap kami sangat jelas yaitu menolak UU Omnibus Law yang merevisi UU No 18 tahun 2017 tentang Perlindungan PMI yang justru melemahkan dan banyak merugikan hak-hak para PMI.

Dan juga, hingga saat ini masih terus melakukan pendampingan kepada para Purna PMI yang sudah kembali ke tanah air melalui berbagai macam pelatihan kewirausahaan dan keahlian (skill) yang diharapkan dengan pelatihan tersebut Purna PMI bisa mandiri secara ekonomi sehingga tidak lagi berkeinginan untuk kembali bekerja ke luar negeri.Sebagai bentuk komitmen kami kepada PMI adalah dengan diluncurkannya program kuliah online Akademi Pekerja Migran Indonesia (APMI) pada akhir November 2021 lalu. Program ini sudah berjalan sebanyak empat kali, dari rencana delapan kali pertemuan di setiap pekannya.

Dimana, di setiap pertemuan tersebut tidak kurang dari 200 peserta ikut secara online yang tersebar di 5 negara yaitu Malaysia, Taiwan, Hongkong, Korea Selatan, Jepang dan Arab Saudi, serta beberapa daerah ditanah air yang selama ini menjadi basis pengiriman PMI. Dalam kuliah online tersebut, yang menjadi fokus kajian adalah tema terkait keagamaan, keluarga, perencanaan keuangan dan kewirausahaan.

Keempat tema inilah yang menurut kami sangat dibutuhkan oleh para PMI, terutama saat diluar negeri dan setelah kembali ke tanah air. 

Kemudian, dalam rangka memperingati Hari Pekerja Migran Internasional yang jatuh pada tanggal 18 Desember 2021, kami memberikan beberapa catatan penting kepada pemerintahan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin, terkait permasalahan yang selama ini masih dihadapi oleh PMI.

Pertama, penanganan covid-19 terhadap PMI diluar negeri. Masih banyak PMI kita di luar negeri  yang belum tertangani dengan baik, seperti di Tiongkok, Singapura, dan para pekerja Anak Buah Kapal (ABK) di kapal pesiar maupun kapal ikan. Berdasarkan data dari Kemenaker yang dihimpun dari rentang waktu Januari 2020 sampai Juli 2021, jumlah PMI yang meninggal dunia sebanyak 841 orang. Sedangkan jumlah yang kembali ke Tanah Air dalam kondisi sakit sebanyak 1.105 orang.

Meskipun belum tentu dikarena Covid-19, namun hal ini tetap harus menjadi catatan penting bagi pemerintah dalam menangani PMI diluar negeri, terutama terkait pandemic Covid-19.Kedua, pemerintah lamban dalam mengantisipasi gelombang kepulangan para PMI yang kemudian berdampak pada bertambahnya pengangguran di dalam negeri. Hal ini diperkuat dengan survei yang dilakukan oleh International Organization for Migration (IOM) pada medium Juli 2021 terhadap PMI yang kembali ke tanah air selama pandemi. Dimana dalam survei tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 70% pekerja migran yang pulang ke Indonesia, mereka menjadi pengangguran.

Ketiga, pada medio Agustus dan September 2020, pemerintah gagal memberangkatkan calon pekerja migrant Indonesia ke luar negeri. Hal ini merupakan dampak dari dikeluarkannya Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No.151/2020 tentang Penghentian Sementara Penempatan Pekerja Migran Indonesia. Namun disisi lain, pemerintah tidak menyiapkan sebuah kebijakan yang bisa memberikan solusi atas kegagalan pemberangkatan tersebut. Padahal setidaknya menurut data dari Migrant Care ada sekitar 43 ribu calon PMI yang akhirnya terkatung-katung ditempat penampungan. Ada pendapat dari Menko Ekonomi, maupun Menteri Ketenagakerjaan bahwa PMI yang gagal berangkat akan mendapatkan bantuan dari pemerintah dengan mengakses kartu prakerja, tetapi hal itu masih belum jelas seperti apa implementasinya di lapangan.

Keempat, kebijakan zero cost penempatan PMI. Pemerintah melalui BP2MI telah mengeluarkan Peraturan Nomor 9 tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan PMI. Namun peraturan tersebut bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah yang justru memberikan jalan kepada perbankan untuk menyalurkan pinjaman dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan kredit tanpa agunan kepada PMI untuk membayar biaya penempatannya. Dan juga, dilapangan kebijakan zero cost tersebut masih belum diimplementasikan secara menyeluruh. Karena para calon PMI tetap harus mengeluarkan uang untuk membayar kepada calo, sponsor dan PT yang akan memberangkatkan mereka. Dan juga, ketika pembiayaan untuk calon PMI dibebankan kepada daerah, justru menimbulkan masalah baru bagi daerah yang secara anggaran mereka minim.Kelima, masih maraknya kasus tindak pidana perdagangan orang (human trafficking) yang dialami oleh PMI. Hal ini berdasarkan data yang disampaikan oleh International Organization for Migration (IOM) di Indonesia, bahwa selama tahun 2020, jumlah kasus Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang diterima IOM meningkat menjadi 154 kasus, dimana kenaikan kasus tersebut tidak hanya terjadi lintas negara, tetapi  juga di dalam negeri. Kenaikan kasus tersebut juga diperkuat dengan catatan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), bahwa jumlah permohonan pelindungan saksi/korban TPPO yang diterima LPSK mengalami peningkatan sebesar 15,3 persen di tahun 2020.

Terakhir, yang ingin kami sampaikan adalah pemerintah harus segera melakukan perbaikan-perbaikan yang lebih serius, terstruktur dan maksimal dalam upaya menyelesaikan berbagai persoalan yang di hadapi oleh PMI. Kami ingin pemerintah memastikan agar PMI yang bekerja diluar negeri, mendapatkan pelayanan dan perlindungan yang maksimal, terutama ketika mereka mengalami berbagai masalah. Begitupun dengan keluarga yang ditinggal di tanah air, harus bisa mendapatkan akses komunikasi yang optimal.

Share:
Komentar

Berita Terkini