Banda Aceh tidak sedang mencari pemimpin baru. Banda Aceh butuh keberlanjutan. Itu alasan sederhana mengapa H. Aminullah Usman, MM dan H. Isnaini Huda adalah pasangan yang tepat.
Pengalaman adalah guru terbaik. Dan Banda Aceh telah belajar dari masa lalu. Aminullah Usman bukan nama asing. Selama lima tahun, ia membuktikan bahwa pemimpin tidak hanya harus berpikir besar, tetapi juga bertindak nyata.
Siapa yang bisa lupa dengan
Festival yang bertajuk Banda Aceh Coffee Feat 2019 mengangkat tema 'Aceh Coffe is The Taste of The World’, digelar oleh Dinas Pariwisata masa kepemimpinannya.
Dari secangkir kopi, Aminullah menggerakkan ekonomi mikro. UMKM bangkit, lapangan kerja terbuka. Di tengah tantangan besar, Banda Aceh justru tumbuh. Tidak hanya secara ekonomi, tapi juga semangat warga, warkop di Banda Aceh bertumbuh.
Lalu ada Isnaini Huda. Nama yang mungkin terdengar lebih bersahaja. Tapi ia adalah pelengkap sempurna. Isnaini adalah representasi rakyat. Ia paham denyut nadi masyarakat. Pendekatannya santai, tapi tepat sasaran. Dalam tim ini, Isnaini akan menjadi jembatan yang kuat antara pemimpin dan rakyat.
Mereka juga tidak melupakan akar Banda Aceh: syariat Islam. Jangan bayangkan syariat sebagai aturan yang kaku. Di bawah Aminullah, syariat Islam menjadi humanis. Pendidikan agama diperkuat. Regulasi bijak diterapkan. Banda Aceh tetap menjadi mercusuar Islam yang toleran dan damai.
Mungkin Anda bertanya: siapa yang mendukung mereka? Jawabannya jelas. Para ulama, pemimpin dayah, guru TPA, hingga ribuan santri telah menyuarakan dukungannya. Bahkan, tokoh besar seperti Abu Mudi dan Abi Lampisang ikut hadir di deklarasi dukungan.
Mengapa? Karena mereka percaya. Percaya pada visi Aminullah-Isnaini. Percaya bahwa pasangan ini akan menjaga identitas Banda Aceh.
Jangan lupakan latar belakang Aminullah sebagai bankir. Pengelolaan anggaran adalah keahliannya. Selama ia menjabat, Banda Aceh menerima banyak penghargaan. Tapi penghargaan bukan tujuan. Itu hanya bonus dari kerja nyata.
Kerja nyata itu terlihat dalam kedekatan mereka dengan rakyat. Bahkan acara sederhana seperti Maulid di TK pun sering dihadiri. Aminullah-Isnaini tahu, pemimpin harus hadir di tengah rakyatnya, bukan hanya di podium.
Keberlanjutan adalah kunci. Program-program seperti LKS Mahirah yang memberantas rentenir dan riba tidak boleh berhenti di tengah jalan. Begitu juga dengan santunan kematian. Ini bukan sekadar program sosial, tetapi wujud dari kepedulian nyata.
Aminullah juga mencintai generasi muda. Sepak bola, badminton, hingga seni tradisional Aceh, semuanya mendapat perhatian. Dan bukan sekadar dukungan simbolis. Ia terlibat langsung. Sebagai atlet. Sebagai inspirasi.
Selain itu, ada satu hal penting yang tidak boleh diabaikan: kepemimpinan laki-laki sesuai syariat. Dalam konteks Aceh yang menjunjung tinggi fatwa ulama, kepemimpinan laki-laki adalah prinsip yang dijaga. Para ulama tidak mengubah fatwa bahwa hanya laki-laki yang boleh menjadi pemimpin. Dalam hal ini, Aminullah-Isnaini adalah pasangan yang memenuhi kriteria tersebut.
Hal lain yang menjadi kekuatan pasangan ini adalah jaringan koneksi yang luas di tingkat nasional. Aminullah memiliki hubungan yang baik dengan kementerian, DPR RI, dan berbagai badan pemerintah pusat. Hubungan ini memberikan kemudahan dalam mengakses anggaran dan program nasional untuk pembangunan Banda Aceh. Selama masa kepemimpinannya, kota ini menerima banyak dukungan dana pusat untuk infrastruktur, pendidikan, dan ekonomi kerakyatan.
Koneksi seperti ini bukan hal yang mudah dibangun. Butuh waktu, kepercayaan, dan kredibilitas. Banda Aceh membutuhkan pemimpin yang memiliki akses langsung ke pusat pengambilan kebijakan. Dan Aminullah-Isnaini adalah pasangan yang bisa membawa Banda Aceh ke level berikutnya, dengan memanfaatkan jaringan ini demi kesejahteraan rakyat.
Memilih Aminullah-Isnaini bukan sekadar memilih pemimpin. Ini adalah keputusan untuk melanjutkan kemajuan. Banda Aceh butuh kepemimpinan yang progresif, yang tidak hanya berpikir untuk hari ini, tapi juga masa depan.
Banda Aceh bukan kota biasa. Ia adalah simbol. Dan simbol ini hanya akan tetap bersinar jika dipimpin oleh orang-orang yang tepat.
Jadi, ketika Anda berdiri di bilik suara nanti, tanyakan ini pada diri Anda: Apakah Banda Aceh sudah berada di jalur yang benar? Jika iya, mengapa harus berhenti di tengah jalan, pilih nomor 03...!!!
*Penulis Adalah Pemerhati Syari'at Islam